Anda seorang santri atau atau anak anda sudah menjadi santi atau anda dari keluarga santri. Bangga menjadi santri bagi setiap orang adalah impian. Santri diambil dari bahasa ‘tamil’ yang berarti ‘guru mengaji’, ada juga yang menilai kata santri berasal dari kata india ‘shastri’ yang berarti ‘orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci’. Selain itu, pendapat lainnya meyakini bahwa kata santri berasal dari kata ‘Cantrik’ (bahasa sansekerta atau jawa), yang berarti orang yang selalu mengikuti guru. Sedang versi yang lainya menganggap kata ‘santri’ sebagai gabungan antara kata ‘saint’ (manusia baik) dan kata ‘tra’ (suka menolong).
Menjadi seorang santri terbentuk atas kebiasaan dan pembiasaan tertentu, dapat diamati dalam sebuah prilaku yang “ajeg”, istiqomah, terus menerus. Lingkungan sangat besar mempengaruhi para santri tersebut. Santri identik dengan lingkungan pesantren, maka kehidupan pesantren adalah karakter yang melekat pada santri. Jiwa yang religius, sikap sosial yang akomodatif adalah bagian dari karakteristik lingkungan pesantren. Tetapi secara invidu santri juga memiliki keunikan yang berbeda-beda.
Santri mempunyai pembiasaan atau karakter yang baik diantaranya adalah :
Pertama, Theocentric; Theocentric yaitu sebuah nilai dalam karakter diri santri yang didasarkan pada pandangan yang menyatakan bahwa sesuatu kejadian berasal, berproses, dan kembali kepada kebenaran Allah Swt. Semua aktivitas pendidikan dipandang sebagai ibadah kepada Allah Swt, dan merupakan bagian integral dari totalias kehidupan keagamaan. Dalam praktiknya mengutamakan sikap dan perilaku yang kuat beroreintasi pada kehidupan ukrawi dalam kehidupan sehari-hari. Semua perbuatan dilaksanakan dengan hukum agama demi kepentingan hidup ukhrawi (Mastuhu, 1994:62). Hal tersebut membuat santri lebih hati-hati membawa dirinya untuk tidak terjerumus pada perbuatan yang subhat, apalagi bathil atau haram. Spritualitas yang tinggi, membuat dirinya selalu merasa diawasi sang penciptanya.
Kedua, karakter sukarela dalam mengabdi. Hal itu tercermin dari kepasrahan seorang santri dalam belajar di pesantren. Secara sukarela dalam melakukan setiap aktifitas pembelajaran dan pembiasaan lainnya, meskipun tanpa diawasi oleh seorang ustadz. Bahkan pada pesantren tertentu terdapat santri yang sengaja mengabdikan dirinya secara terus menerus kepada sang kiai. Totalitas ini dilakukan karena santri meyakini, terdapat berkah yang akan didapat setelah melakukan pengabdian secara sukarela, secara sempurna kepada sang kiai atau ustadz. Berkah itu berupa kesuksesan hidup dalam bermasyarakat kelak, menjadi tokoh agama, tokoh masyarakat yang juga rela berkorban.
Ketiga, santri identik dengan karakater kearifan, yakni bersikap sabar, rendah hati, patuh pada ketentuan hukum agama, mampu mencapai tujuan tanpa merugikan orang lain, dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan bersama. Menghormati perbedaan dan keberagaman. Dalam setiap keputusan yang diambil mempertimbangkan lokalitas dimana dia hidup. “di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”, inilah kemudian membuat santri mudah diterima.
Keempat, kesederhanaan dan kemandirian; adalah karekter khas santri, tidak tinggi hati dan sombong walau berasal dari orang kaya atau keturunan raja sekalipun. Fasilitas pesantren yang serba terbatas berberan dalam membentuk karakter kesederhanaan dan kemandirian santri. Sederhana dan mandiri bukan karena tidak mampu, tapi lebih menunjukkan pribadi yang peduli sesama, pribadi yang menyadari bahwa dunia adalah sementara. Bukti dari karakter tersebut, bahwa santri melakukan aktifitas domestik mereka sendiri-diri, seperti; mencuci, mamasak, dan lain sebagainya. Kesederhanaan dilambangkan dengan kesamaan dalam berpakaian dan benda yang dimilki tanpa bermewah-mewah. Dengan jiwa santri dalam diri kita mari perkuat iman dan taqwa. Semoga sehat dan bahagia