Bulan Ramadhan menjadi penantian kaum muslimin seluruh penjuru dunia karena keberkahan yang sangat luar biasa. Kegembiraan menyambut dan menunaikan puasa Ramadhan di jalani kaum muslimin yang kuat dalam melaksanakan rukun wajib dan sunnahnya puasa. Saat menjalankan puasa banyak waktu free sehingga tepat bila mengisi dengan mengaji, mendengarkan pengajian, dan bisa juga membaca buku memahami agama agar dalam melaksanakan ibadah tidak sia-sia. Kali ini kami membahas tentang menata kehidupan baru pasangan menikah, atau yang akan menikah, tentunya tidak hanya ijab qabul, ada yang lain yang perlu di pelajari dan di ilmuni. Menikah itu masa depan jangka panjang hingga akhir hayat yang membutuhkan mampu finansial, sehat jasmani rohani diantaranya sehat kedewasaan pemikiran, mampu melepas ego. Ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi diantaranya adalah :
A. HAK SUAMI ATAS ISTRI
Al-Qawamah (kepemimpinan) Allah berfirman :
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (An-Nisa’ : 34).
Kewajiban menaatinya bila tidak dalam rangka maksiat kepada Allah. Nabi bersabda, “Kalaulah dibolehkan bagiku untuk menyuruh seseorang bersujud kepada manusia, sungguh akan kuperintahkan istri untuk bersujud kepada suaminya”. (HR. Abu Dawud 2140).Beliau juga bersabda, “Sungguh, ketaatan itu hanya boleh dalam perkara yang makruf”. (HR. Bukhari : XIII/130 (7145) dan Muslim : III/1465 (1834).
- Meminta izin pada suami jika istri ingin bepergian, apa pun keperluannya. Ini berdasar pada ijmak para ulama.
- Tidak meminta sesuatu melebihi kebutuhannya dan tidak membebani suami di luar kemampuannya.
- Tidak berpuasa sunnah, kecuali dengan izin (suaminya).
- Tidak membelanjakan harta suami, kecuali dengan izinnya atau sesuai kebiasaan yang diizinkannya. Dasar pelarangannya ialah sabda Rasulullah, “Janganlah seorang istri menafkahkan harta suaminya, kecuali dengan izinnya”. Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, walaupun makanan?” Rasulullah menjawab, “Itu adalah sebaik-baik harta kami”. (HR. Tirmidzi 673).
- Membahagiakannya dengan menunjukkan kegembiraan, tawadhu’ dan tidak sombong karena kecantikan, kekayaan, atau keturunan, walaupun dia melebihi suaminya.
B. HAK-HAK ISTRI ATAS SUAMINYA
- Memberikan nafkah sesuai kebutuhannya dengan cara yang makruf, meliputi makanan, pakaian, minuman, dan tempat tinggal bagi yang mampu menurut kemampuannya, dan bagi yang tidak mampu sesuai kesanggupannya.
- Mengajarkan kepadanya perkara-perkara agama dan ilmu-ilmu yang dia butuhkan dan harus dikuasainya.
- Menutup aib dan menjaga rahasianya, khususnya yang terjadi antara suami dan istri.
- Memikul kesusahannya dan bersabar dalam menghadapinya. Jika tidak berkenan dengan sebagian akhlaknya, hendaklah dia ridha dengan akhlaknya yang lain.
- Memenuhi unsur-unsur ketenangan, meraih kegembiraan dengan senda gurau yang baik dengan istri agar dia tidak merasa kesepian.
- Senantiasa menasihati, memberi petunjuk dan bimbingan untuk mendekatkannya pada kebenaran dan menghindarkannya dari kebatilan.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارً
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (At-Tahrim : 6).
- Cemburu kepadanya, sebagaimana sabda Nabi, “Apa kalian heran dengan kecemburuan Sa’ad? Demi Allah, aku lebih cemburu darinya dan Allah lebih cemburu dariku”. (HR. Bukhari : IX/319 dan Muslim : II/1135 (1489).
- Menjaga hartanya, tidak membelanjakannya, kecuali atas izinnya.
- Berlaku adil jika suami mempunyai lebih dari satu istri.
- Memberi kemudahan untuk menunaikan haji yang wajib baginya.
C. HAK-HAK BERSAMA SUAMI DAN ISTRI
- Masing-masing menjaga adab terhadap pasangannya.
- Masing-masing berusaha meringankan beban yang lain, atau beban yang menimpa keduanya.
- Saling menasihati, amar makruf nahi mungkar dengan cara yang baik.
- Bersama dalam kesusahan dan kemudahan serta kelapangan dan kesempitan.
- Saling membantu dalam mendidik anak-anak dan memisahkan persoalan.
- Bekerja sama dengan kegiatan-kegiatan ekstra.
Saat kita menjadi pasangan yang kita inginkan dan dambakan, ada yang perlu dan menjadi dasar langgengnya sebuah rumah tangga diantaranya adalah Tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan
Allah berfirman :
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya”. (Al-Maidah : 2).
Umar bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, harta apa yang harus kami miliki?” Rasulullah menjawab, “Hendaklah kalian memiliki hati yang senantiasa bersyukur, lisan yang senantiasa berzikir, dan istri beriman yang menolong kalian dalam urusan akhirat”. (HR. Ibnu Majah 1505).
Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa Nabi bersabda, “Tolonglah saudaramu yang zalim dan yang dizalimi. Apabila dia zalim, tolonglah dengan mencegahnya (dari berbuat zalim) maka sesungguhnya itu pertolongan baginya, dan apabila dia dizalimi maka tolonglah”.
(HR. Muslim 2584).
Di antara bentuk tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan adalah membina rasa saling mencintai, menghargai, dan menyayangi di antara suami-istri sehingga jauh dari sifat sombong dan angkuh yang membawa pelakunya pada kebengisan dan kekasaran. Nabi bersabda, “Perumpamaan seorang mukmin yang saling menyayangi, menghormati, dan mencintai ialah seperti satu tubuh, bila salah satu anggotanya merasakan sakit maka bagian tubuh yang lain pun akan merasakan demam dan tidak bisa tidur”.
(HR. Muslim 2586).
Bagi siapa yang mendambakan rumah dan penghuninya menjadi rumah dakwah sehingga mereka saling membantu dalam menyebarkan kebaikan, seyogyanya memerhatikan hal-hal berikut :
- Menciptakan suasana islami di rumah dan menjadikan Kitabullah, sunnah Rasulullah, dan sejarah beliau yang harus sebagai pemutus perkara yang terjadi antara suami-istri.
- Berupaya menciptakan sebuah metode pengajaran bertahap yang memberikan kontribusi dalam pembinaan pribadi muslimah yang cerdas. Yaitu dengan cara menanggapi terhadap kebutuhan wanita, tantangan zaman, dan tuntutan-tuntutan realitas seputar rumah.
- Metode pembentukan akhlak hendaknya tumbuh di atas ketaatan kepada Allah dengan karakteristik yang selalu meningkat dan tidak menurun dari hari ke hari.
- Menanamkan kesadaran terus menerus terhadap perasaan selalui diawasi Allah, baik bagi suami maupun istri. Setiap kali salah satu dari keduanya lalai maka segera diingatkan oleh pasangannya; dan hendaknya ini menjadi pendorong utama untuk terjun di medan dakwah, baik di dalam maupun di luar rumah.
- Pengorbanan dari suami dan istri, baik dari sisi waktu atau pada sebagian hak, serta kesiapan diri untuk menghadapi rintangan dalam menyebarkan dakwah. Semua itu disesuaikan dengan kebutuhan sambil terus mengadakan pengkajian yang cermat, saling mengisi, pendekatan diri, dan perhitungan terhadap apa yang diberikan salah satu kepada yang lain, baik dalam bantuan maupun pengorbanan.
- Aktivitas keduanya hendaknya tertata rapi, terencana untuk mencapai tujuan, dan tidak hilang diterpa angin (tidak berbekas).
Semoga tulisan ini menjadikan pasangan suami istri langgeng sakinah mawadah warohmah, sehat dan bahagia.